PENYAKIT GRAVE DISEASE
A.
Definisi
Penyakit Graves (goiter difusa toksika)
merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah suatu penyakit otonium yang
biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada
kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari
hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar
tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang
dengan dermopati.(1,4,5,6)
B.
Gejala dan Tanda
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan eksoftalmus. Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid Association diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS)
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan eksoftalmus. Perubahan pada mata (oftalmopati Graves) , menurut the American Thyroid Association diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS)
C.
Diagnosis
Penyakit
Graves mulai dipikirkan apabila terdapat pembesaran kelenjar tiroid difus
disertai tanda dan gejala ke arah tirotoksikosis. Untuk memastikan diagnosis,
diperlukan pemeriksaan TSH dan T4-bebas dalam darah. Pemeriksaan TSH sangat
berguna untuk skrining hipertiroidisme, karena dengan peningkatan sekresi
hormon tiroid yang sedikit saja, sudah akan menekan sekresi TSH. Pada stadium
awal penyakit Graves, kadang-kadang TSH sudah tertekan tetapi kadar T-4 bebas
masih normal. Pada keadaan demikian, pemeriksaan T-3bebas diperlukan untuk
memastikan diagnosis T-3 toksikosis. Apabila dengan pemeriksaan fisis dan
laboratorium belum juga dapat menegakkan diagnosis penyakit Graves, dapat
dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan tes supresi tiroksin.
D.
Pemeriksaan
Autoantibodi
tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun
tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit
Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic
hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium
yang jelas.
Untuk dapat
memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme
umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara
kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid
perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam
keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3
dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar
hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pada penyakit
Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid,
menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga
kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan
produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan
bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan
pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu
disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka
mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4
bebas (free T-4/FT-4).
Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan
penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk menegakkan
diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes
supresi tiroksin
contoh gambar seseorang menderita penyakit ini
DAFTAR PUSTAKA
·
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran
Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
·
Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto.
Nafrialdi. Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
FKUI.
·
Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic
and Treatment Pengelolaan Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001 : hal
1-5
·
Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa
Toksik) Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Bulletin
·
Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid 1, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1996 : hal
725 – 778